Lifestyle

Mengenal Sederet Prosesi Wajib Sebelum Mubeng Beteng Keraton Yogyakarta Saat Waktu senja 1 Suro

49
×

Mengenal Sederet Prosesi Wajib Sebelum Mubeng Beteng Keraton Yogyakarta Saat Waktu senja 1 Suro

Share this article

Yogyakarta – Menyambut pergantian tahun baru Jawa 1 Sura atau 1 Suro, Keraton Yogyakarta kembali menyelenggarakan tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng atau berjalan kaki mengelilingi benteng keraton pada Minggu petang, 7 Juli 2024.

Sebelum tradisi itu diselenggarakan tepat pukul 24.00, ada beberapa jumlah prosesi yang dijalankan mulai pukul 21.00 Waktu Indonesia Barat bertempat dalam Pelataran Kamandungan Lor atau Keben Keraton Yogyakarta. Salah satunya prosesi atau ritual pembacaan Macapat Ba’ da isya atau dikenal Macapatan.

Mengacu dokumen Dinas Perpustakaan lalu Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta 
Tradisi Macapatan merupakan pembacaan kitab atau serat yang tersebut ditembangkan tanpa iringan musik yang kerap diselenggarakan Keraton Yogyakarta pada momen-momen tertentu. Biasanya disajikan di bentuk metrum tembang macapat. Tradisi Macapat dikenalkan juga dipopulerkan secara luas oleh para wali sebagai salah satu jalan dakwah untuk mendebarkan rakyat Jawa menganut agama Islam.

Berkaca pada penyelenggaraan Mubeng Beteng Keraton Yogyakarta pada 2023 lalu, ada banyak Kidung Pandonga (tembang doa) yang mana dibawakan para abdi pada waktu prosesi Macapatan. Seperti Kidung Pandonga, Kidung Tolak Balak, lalu Werdining Surat Al Fatihah.

Sedangkan ketika pandemi pandemi Covid-19 masih berjalan 2022 silam, pada mana Mubeng Beteng ditiadakan Keraton Yogya, tembang Macapat yang dimaksud dilantunkan sebagai ganti mencapai 10 tajuk pada mana semua syairnya berisi doa.

Sebagai Warisan Budaya Tak Benda, Macapat mempunyai tiga metrum atau aturan baku yang harus terus-menerus dijadikan sebagai patokan. Pertama Guru Gatra yang mana merujuk jumlah keseluruhan baris pada satu baris, kedua Guru Wilangan merujuk jumlah total suku kata di tiap baris juga ketiga Guru Lagu sebagai vokal terakhir di setiap baris. 

Kementerian Pendidikan lalu Kebudayaan mencatat, bahasa yang digunakan di Macapatan bergantung naskah babad atau serat yang tersebut akan dilagukan. Akan tetapi pada umumnya, bahasa yang dimaksud digunakan merupakan Bahasa Jawa Baru. 

Selain Macapatan, ada sebagian prosesi menjauhi pemberangkatan kontestan Mubeng Beteng Keraton Yogyakarta. Melansir pernyataan Keraton Yogyakarta, prosesi sebelum Mubeng Beteng itu antara lain penyerahan dwaja (bendera) yang terdiri dari bendera Merah Putih, bendera Gula Klapa (bendera Kasultanan), serta Klebet Budi Wadu Praja (Daerah Istimewa Yogyakarta). 

Termasuk penyerahan lima bendera yang dimaksud merepresentasikan kabupaten dan juga kotamadya di dalam Daerah Istimewa Yogyakarta. Yaitu Bendera Klebet Bangun Tolak (simbol untuk Perkotaan Yogyakarta), Mega Ngampak (Kabupaten Sleman), Podang Ngisep Sari (Kabupaten Gunungkidul), Pandan Binetot (Kabupaten Bantul), juga Pareanom (Kabupaten Kulon Progo).

Rombongan Mubeng Beteng kemudian berangkat ditandai dengan bunyi lonceng Kamandhungan Lor berjumlah 12 kali atau tepat pukul 24.00 WIB. Para Abdi Dalem yang digunakan mengakibatkan dwaja berada di barisan depan, dihadiri oleh oleh Abdi Dalem lainnya serta penduduk umum. 

Adapun rute yang dimaksud ditempuh adalah Kamandhungan Lor, Ngabean, Pojok Beteng Kulon, Plengkung Gading, Pojok Beteng Wetan, jalan Ibu Ruswo, Alun-Alun Utara, setelah itu kembali lagi ke Kamandhungan Lor.

: 3 Tahun Absen, Ribuan Komunitas Kembali Padati Keraton Yogyakarta Ikut Tradisi Mubeng Beteng

Artikel ini disadur dari Mengenal Sederet Prosesi Wajib Sebelum Mubeng Beteng Keraton Yogyakarta Saat Malam 1 Suro

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *