Jakarta – Sekretariat Nasional Diskusi Tanah Air untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) memaparkan temuan International Budget Partnership (IBP) di Open Budget Survey (OBS). Survei yang dirilis pada Akhir Mei 2024 ini memaparkan skor partisipasi publik di proses penganggaran nasional masih rendah.
OBS merupakan survei internasional terkait tata Kelola anggaran yang tersebut dikerjakan dua tahun sekali kemudian melibatkan 125 negara dalam dunia. Seknas FITRA selaku peneliti OBS untuk Indonesia memaparkan skor Negara Indonesia di dimensi partisipasi umum di penganggaran hanya saja 26 dari skala 1-100. “Masuk kategori rendah, walaupun masih pada melawan rata-rata skor global yang digunakan hanya sekali dalam bilangan 15,” demikian dipaparkan di publikasi Seknas Fitra, Rabu 26 Juni 2024.
Hal ini menciptakan Nusantara menempati urutan ke 24 dari 125 negara. Peringkat pertama diduduki Korea Selatan dengan skor 65. Di kawasan ASEAN, Negara Indonesia sangat tertinggal dari Filipina dengan skor 33; Malaysia, 28; lalu Thailand, 28.
Peneliti OBS dari Seknas FITRA, Widya Kartika mengemukakan skor Indonesi rendah oleh sebab itu OBS mengkaji sistem partisipasi masyarakat yang dimiliki dalam Tanah Air semata-mata pada pada waktu perencanaan atau tahap penganggaran. “Pada tahap eksekusi, implementasi kemudian pertanggungjawaban, tidak ada ada ruang masyarakat yang mana cukup untuk komunitas berpartisipasi,” ujar Widya pada diskusi Ranking Tanah Air di dalam OBS, Hari Sabtu 22 Juni 2024.
Ia mengemukakan Korea Selatan meraih skor partisipasi umum tertinggi akibat pemerintahnya memberikan saluran khusus bagi warga sipil untuk terlibat ke setiap siklus pembahasan anggaran. Meski tak hadir dengan segera ada media khusus online untuk menyampaikan pendapat secara langsung di setiap siklus perencanaan di dalam per individu kementerian serta lembaga.
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di anggaran, Seknas FITRA merekomendasikan pemerintah membuka ruang partisipasi masyarakat ketika penyusunan dokumen-dokumen penganggaran di tingkat nasional, bukanlah hanya saja sekedar sosialisasi pada waktu dokumen anggaran sudah ada ditetapkan. Misalnya, menyelenggarakan konsultasi umum pada Rancangan KEM-PPKF, Nota Keuangan, dan juga RAPBN.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang mana biasa di lakukan dengan DPR, pemerintah wajib melibatkan organisasi penduduk sipil, organisasi penyandang disabilitas (OPDis), perguruan tinggi, media, lalu kelompok penduduk rentan. Warga juga diperlukan hadir kemudian memberi masukan melalui rapat dengar pendapat tentang Laporan Audit Laporan Keuangan pemerintahan Pusat (LKPP). eksekutif juga didorong berpartisipasi terlibat dengan komunitas yang dimaksud rentan, baik secara secara langsung atau melalui organisasi masyarakat sipil yang mewakili mereka.
Selain itu, Kementerian teknis harus didorong untuk melakukan konsultasi rakyat tentang anggaran sektoral, seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, atau sektor lainnya. Dan terakhir, Seknas Fitra merekomendasikan pemerintah memberi prospek formal bagi masyarakat untuk berkontribusi pada investigasi audit yang tersebut relevan melalui mekanisme-mekanisme seperti Citizen Participatory Audits (Audit Sosial).
Pilihan editor: DPR Didorong Libatkan Partisipasi Publik yang dimaksud Bermakna pada Pembahasan Revisi UU Penyiaran
ILONA ESTHERINA
Artikel ini disadur dari Seknas FITRA: Skor Partisipasi Publik dalam Tata Kelola Anggaran di Indonesia Masih Rendah