Ekonomi

Kritisi Rencana eksekutif Bentuk Family Office, Pengamat: Ada Kebutuhan Rakyat yang dimaksud Lebih Mengimbau

129
×

Kritisi Rencana eksekutif Bentuk Family Office, Pengamat: Ada Kebutuhan Rakyat yang dimaksud Lebih Mengimbau

Share this article

Jakarta – Pengamat kebijakan umum UPN Veteran Ibukota Indonesia Achmad Nur Hidayat mengkritisi rencana pemerintah membentuk family office atau kantor keluarga. Ia menyimpulkan bukan ada urgensi pemerintah merealisasikan kebijakan tersebut.

“Ada keinginan rakyat yang dimaksud lebih tinggi mendesak lalu berdampak pada kesejahteraan penduduk luas,” kata Achmad melalui program perpesanan terhadap Tempo, Rabu, 3 Juli 2024. Misalnya, kata dia, menciptakan lebih banyak sejumlah lapangan kerja juga layanan kebugaran yang digunakan lebih lanjut baik.

Pemerintah berdalih family office dibentuk untuk mendebarkan kekayaan dari negara lain untuk perkembangan kegiatan ekonomi nasional. Namun, menurut Achmad, realisasinya tidak ada semudah itu. Terlebih, ketidakpastian dunia usaha global masih berlangsung. Menurutnya, warga kaya ke dunia akan berhati-hati pada berinvestasi pada luar negeri, apalagi pada negara berprogres seperti Indonesia. “Karena pada pandangan mereka, risikonya lebih tinggi tinggi,” ujarnya.

Lagipula, Achmad berujar, family office merupakan kebijakan yang mana cenderung menguntungkan segelintir orang. Meski tujuannya menantang pembangunan ekonomi dari elite global, menurutnya, family office tidaklah dan juga merta menjawab keperluan mendesak, seperti akses pendidikan, layanan kesehatan, bahkan akses pekerjaan. 

“Ketimbang family office, dukungan bagi usaha kecil kemudian menengah akan lebih banyak bermanfaat untuk pertumbuhan sektor ekonomi yang dimaksud berkelanjutan kemudian kesejahteraan masyarakat,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Sektor Kemaritiman serta Penanaman Modal (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Negara Indonesia sanggup mendapat keuntungan dari pembentukan family office. Sebab, berdasarkan data The Wealth Report, populasi individu super kaya dalam Asia diprediksi berkembang 38,3 persen selama periode 2023-2028. Sementara dalam Indonesia, diprediksi bertambah 34 persen.

“Ada dana US$ 11 triliun yang digunakan mereka mau cari tempat nangkring. Sekarang berbagai ke Singapura, Dubai, Hongkong. Kita tawarkan itu, susun regulasinya,” kata Luhut melalui akun Instagram resmi @luhut.pandjaitan, Senin, 1 Juli 2024.

Luhut meyakinkan pemerintah menyavoid upaya penucian uang dengan mewajibkan penduduk asing yang dimaksud hendak menaruh uangnya, datang ke Indonesia. otoritas juga mewajibkan merek berinvestasi serta mengangkat tenaga kerja Negara Indonesia untuk bekerja ke famiily office mereka. 

“Itu nanti yang tersebut kita pajaki. Kalau sudah ada penanaman modal kan sejumlah proyek di sini,” kata Luhut.

Sementara itu, ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan pemerintah mesti mempertimbangkan lebih banyak di rencana pembentukan family office. Ia berujar, negara yang dimaksud bermetamorfosis menjadi tempat family office biasanya negara yang digunakan mampu memberikan tarif pajak super rendah.  Artinya, Negara Indonesia malah mungkin berubah menjadi suaka pajak. 

Bhima khawatir family office justru menjadikan Negara Indonesia sebagai suaka pajak atau tempat berlindung wajib pajak mengelakkan pungutan pajak. Bahkan, berisiko menjadi tempat pencucian uang.

Kalaupun tujuannya menggaet investasi, Bhima juga takut penanaman modal family office bukan masuk sektor riill, seperti untuk merancang pabrik. Namun, belaka untuk diputar di instrumen keuangan, seperti pembelian saham juga surat utang. “Kalau seperti itu, dampak ke perputaran kegiatan ekonomi juga relatif terbatas,” kata dia.

Pilihan Editor: Ribuan Buruh Tekstil Kena PHK, Buruh: Menteri Perdagangan Harus Bijak

 

Artikel ini disadur dari Kritisi Rencana Pemerintah Bentuk Family Office, Pengamat: Ada Kebutuhan Rakyat yang Lebih Mendesak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *